Kamis, 17 September 2015

Lapangan Impian cerpen



                Ngeblog lagi nih...
Kali ini aku nulis cerpen yang inspiratif buat aku sendiri khususnya. Karena emang lagi butuh inspirasi banget nih. Eitss bagi yang mau baca cerpenku ini ada syaratnya. Gampang kok ,gak bakalan disuruh bawain Ravi Murdianto buat aku hehe. Tau banget ngefans sama kak Ravi. Syaratnya sebelum baca harus bayangin kalau kamu dalam posisinya si pemeran utama. Dan berjanjilah dalam hati untuk pantang menyerah untuk menebus impianmu.
Oh ya cerpen ini aku persembahkan buat para sang pemimpi dan temen-temen yang lagi berjuang untuk jadi football player dan buat temen-temen di kelasku yang suka bola buat Mama, Cimin and Ida makasih buat ide-idenya teman.

Selamat membaca J


Lapangan Impian THE SERIES
SERIES 1
                Langit Bogor sore ini tak secerah langit kemarin. Sama seperti suasana hati Ali sore ini. Bagaimana tidak ia terancam dikeluarkan dari SSB karena sudah tiga bulan ia tidak membayar uang bulanan. Ayahnya hanyalah seorang  kuli serabutan yang sehari-hari  paling banyak mendapatkan 50.000,00. Ayahnya seorang mantan pemain PERSITER kota Ternate. Ayahnya lah yang dari awal mendukung Ali untuk menjadi pemain sepakbola, karena impian masa mudanya yang gagal menjadi pemain Tim Nasional dan bermain di lapangan Gelora Bung Karno. Betapa Ali selama ini berjuang bermain sepakbola mati-matian untuk menebus impian ayahnya, namun baru diawal ia harus terhalang oleh dana. Tanpa terasa setetes air mata mengalir di pipi Ali. Beberapa kali ia mencium baju bola bernomor punggung tujuh tertera dibelakangnya Agus Albaar, nama ayahnya. Ayahnya berharap kelak Ali dapat bermain di stadion Gelora Bung Karno dan memakai nomor punggung tujuh dan tertulis nama Ali Albaar anak seorang mantan pemain PERSITER Ternate yang cidera dalam pertandingan pertama Indonesia Super League atau ISL sehingga gagal menjadi pemain Tim Nasional.
                Dengan wajah yang kusam Ali pulang kerumahnya. Sekelebat terpancar senyum getir diwajahnya. Ia tersenyum melihat keindahan desanya yang hijau dan sejuk. Namun hidup di desa yang sesubur itu sangatlah keras. Ia harus bekerja serabutan seperti ayahnya demi menutupi kekurangan uang yang diberikan oleh ayahnya untuk membayar bulanan SSB.
*******



Di ruang makan
“ Li, kok nasinya dari tadi Cuma diaduk-aduk. Di makan toh”, celetuk ibu menyedarkan Ali dari lamunannya. “ Ada apa Li, kalo ada masalah mbokyo cerita le sama bapak sama ibu siapa tau kami bisa bantu kamu “. “ Gak ada apa-apa kok”. Tanpa berkata apa-apa lagi Ali pergi ke kamarnya.
“ Kak Ali ini Anya, buka pintunya kak”
“ minta bantuin ibu aja An PR nya kakak lagi gak enak badan”
“ Anya gak minta dibantuin PR nya kok, Anya cuma mau ngasih kakak sesuatu, buka dong pintunya”
Tak lama kemudian pintu terbuka. Anya langsung menghambur ke kasur Ali.
                “ Mana sesuatunya”, tagih Ali pada adiknya
                “ Tara!!! ini kak”
                “ Gambarnya bagus”
                “ Itu buat kakak, itu gambar kakak lagi pegang bola. Anya pingin kakak jadi pemain sepakbola terkenal biar kakak punya duit banyak biar ibu sama bapak gak kerja terus buat kita, biar Anya gak dihina temen-temen di sekolah”
Ali tak kuasa menahan haru tentang ungkapan kepolosan adiknya. Ia langsung memeluk Anya dan mengusap rambutnya dengan penuh kasih sayang.
                “ Kak Ali pasti jadi pemain sepakbola yang hebat, nanti kak Ali bisa bawa Anya, ibu, ayah nonton kakak di Jakarta di stadion Gelora Bung Karno”.
                “ Beneran yak kak, Anya pengen banget liat kakak main bola”
                  Emang kapan kak Ali pernah bohong?, yaudah sekarag Anya belajar sana, udah kelas enam gak boleh main-main lagi ya”
********
Di teras
“ Bu Ali berangkat sekolah ya”
“ Sekolah yang bener kamu udah kelas tiga biar nilainya bagus nanti bisa masuk SMA yang bagus besar nanti jadi sarjana pertanian”
“ Insyaallah bu, bapak dimana ya bu?”, tanya Ali sambil menoleh kanan kiri karena di pagi hari biasanya ayahnya sedang menyiram sayuran yang ada di pekarangan rumah.
“ Bapakmu udah berangkat nguli di kebun teh, ibu tadi sempet ngelarang soalnya bapakmu belom sarapan. Tapi katanya nanti bayaranya kurang jadi mau gimana lagi”
“ Gitu ya bu, yaudah ali berangkat ya?”
“ Tunggu nak. Apa kamu yakin mau jadi pemain sepakbola.Bapakmu dulu hampir putus kakinya gara-gara main bola. Ibu gak mau itu terulang sama kamu. Ibu mau masa depan kamu cerah gak seperti bapakmu.  Kamu gak kasian bapakmu pontang panting banting tulang buat bayarin uang bulanan kamu di SSB Bintang Bola itu. Bapakmu kerja pagi karena tau kamu tadi malam murung karena uang SSB udah nunggak tiga bulan kan?”. Tanpa menghiraukan ibunya Ali mengambil sepedanya yang usang dan melesat ke jalanan desa.
Mendengar permintaan ibunya untuk berhenti bermain bola batin Ali semakin tertekan. Keinginanya untuk menjadi pemain Tim Nasional membuat dia tak gentar apapun tantangan yang menghalangi mimpinya. Dari mulai hinaan teman-teman satu SSB karena Ali tak mampu membeli sepatu mahal yang bagus dan hanya mampu mengenakan sepatu usang yang dibelikan ayahnya di loakan sampai harus berjalan kaki sendirian menyusuri sawah ladang menuju tempat latihan yang sangat jauh dari rumahnya saat sepedanya rusak karena tak mampu memperbaiki dan tidak ada uang untuk ke bengkel. Namun kali ini Ali benar-benar merasa muak dengan keadaan dan ingin berhenti sampai disini. Ia tak ingin mempertaruhkan ayahnya untuk menebus impian mereka bermain di Gelora Bung Karno mimpi yang sederhana namun membutuhakan perjuangan yang wah.
                Dengan berat hati sepulang dari sekolah Ali langsung makan dan beranjak untuk mengambil sepedanya untuk bertemu coach Rahardi pelatih SSB Bintang Bogor. Namun belum sempat ia berangkat ibu memanggilnya.
“ Mau latihan kok gak bawa baju kebesarannya, apa kamu mau bilang ke coach untuk mengundurkan diri”, celetuk ibu dengan nada sinis
“aku mau berhenti”
“ Memang seharusnya kamu berhenti Ali. Kamu sudah cukup menyusahkan ayahmu”
“ Sudah lah bu yang penting aku sudah memutuskan untuk berhenti”
                Beberapa menit kemudian Ali sudah berada di pinggir lapangan. Entah kekuatan apa yang membuat Ali secepat itu sampai di tempat latihan. Semua mata tertuju ke arahnya. Beberapa anak yang sedang loncat-loncat ringan menghampirinya. Dia adalah Rio, Sidiq dan Fahri.
“ Eh kok gak pake baju latihan Li”, ucap Fahri
“ Di marah coach nanti kalau ketahuan”, Rio menimpali
“ Ali sampai disini, makasih kalian bertiga udah mau berteman sama Ali. Cuma kalian yang peduli sama Ali. Ali titip mimpi ya sama kalian. Kalian harus jadi pemain sepakbola yang hebat. Kalian mampu”, ucap Ali sembari menepuk pundak ketiga sahabatnya.
“ Kamu gak boleh berhenti Li, kamu lebih berbakat dari kami bahkan se SSB ini kamu lah yang harus sukses karena kamulah yang paling berjuang dan memiliki mimpi mulia”, ucap Sidiq berlinangan air mata
“ Kalau masalah biaya kami bisa bantu, kami bisa pinjamin duit ke orangtua kami Li”, Rio kembali meyakinkan Ali
Ali hanya menggelengkan kepalanya
“ Kalian sudah sering melakukan itu, bahkan uang yang kalian pinjamkan belum lunas”
“ Kalau begitu saya yang akan bertindak”, Coach Rahardi tiba-tiba datang dari belakang bergabung dengan Ali dan sahabatnya.
“ Kamu tidak perlu berhenti Ali, saya,,,saya akan membantu kamu menuju lapangan impian kamu. Saya sangat simpatik mendengar ceritamu dari Fahri. Saya tahu kamu ingin sekali bermain di GBK Ali. Saya akan membantu, saya janji”.
“ Tapi,,,,,”, belum sempat Ali melanjutkan kata-katanya coach Rahadi sudah memotongnya
“ Sudah kamu hanya perlu meyakinkan mimpimu insyaallah Tuhan akan memanjangkan tangannya melalui saya”
“ Terima Kasih coach”, ucap Ali seraya mencium tangan coach Rahadi
“ Sekarang kamu pulang ambil bajumu”
Di ruang makan
“ Tumben makannya banyak kak Ali”, seketika suasanan menjadi riuh sekali Anya, ayah dan ibu semua memandang ke arah Ali yang spontan menghentikan menyendok nasinya
“ Kak Ali lagi senang Dek”, jawab Ali
“ Seneng kenapa Li, gak cerita sama bapak sama ibu. Kalo seneng ndak boleh di simpan sendiri toh “
“ Bapak udah bisa nebak ini “
“ Ali bebas bulanan SSB pak, bu “
“ Ah itu kabar biasa “, ibu menimpali
“ Kok bisa, berarti bapak bisa istirahat kerja sebentar kalo gitu”
“ Coach Rahardi yang bakalan nanggung semuanya pak, katanya Ali hanya perlu serius latihan. Oh ya yah, sepatu Ali sudah rusak “
“ Heh sudah kita gak jadi makan nanti Li, sepatu bola itu mahal. Bisa makan saja kita wes untung “
“ Yo gak apa-apa bu. Ali gak usah dipikirin sepatunya, nanti biar bapak pikirkan “
Merekapun melanjutkan makan malam. Makan malam yang begitu nikmat bagi Ali dan ayahnya.
*******
                Hari ini seperti biasa Ali latihan sore di lapangan SSB Bintang Bogor. Seluruh anak begitu bersemangat berlatih karena sebelum berlatih tadi coach Rahardi akan mengumumkan bahwa sebentar lagi akan ada seleksi untuk TIMNAS Usia 16. Namun saat sedang serius berlatih tiba-tiba ada yang meneriakkan nama Ali. Ali yang kaget langsung menoleh dan berlari menuju ke sumber suara. Ternyata itu adalah Pak Salim teman kerja Pak Agus ayah Ali.
                “ Ada apa pak “, seru Ali dengan rasa khawatir
                “ Bapakmu tadi pingsan, tapi sekarang sudah di bawa ke PUSKESMAS desa Li dan,,,,”
Belum sempat Pak Salim melanjutkan kata-katanya Ali sudah berlari menyambar sepedanya tanpa berpamitan dengan coach Rahardi. Dengan kekuatan penuh Ali mengayuh sepedanya, batinnya terus bertanya-tanya dalam hati “ cobaan apa lagi ini Tuhan?”
                “ Bapak gak papa Li, bapak tadi Cuma lupa buat sarapan”
                “ Bapakmu emang gitu, kalo diengetin sarapan nyepelekan ibu. Sekarang gejala mag kan”
                “ Nanti yo sembuh sendiri Li. Kamu kok gak latihan?”
                “ Ali takut “
“ Kamu gak usah takut, bapakmu kuat. Bapak ndak akan meninggal sebelum melihat kamu jadi pemain sepakbola yang hebat”
Ali tak henti-hentinya memegang tangan ayahnya yang mulai keriput. Tangan yang dahulu kekar, yang menjewer telinganya saat lupa untuk solat karena asyik main bola dilapangan desa. Namun, kini tak hanya tangan ayah yang mulai keriput, wajah yang dahulunya segar kini telah berubah menjadi berkerut. Tekad Ali menjadi semakin bulat untuk menjadi pemain sepakbola agar ayahnya dapat beristirahat di rumah dan meninggalkan pekerjaan serabutannya yang penghasilannya tak seberapa.
********
                Tak terasa tes seleksi  Tim Nasional sudah berlalu dan hari ini Coach Murdi Utomo head coach pencarian TIMNAS U16 sekaligus sebagai pelatih utama nantinya kembali datang ke SSB Bintang Bogor untuk mengumumkan siapa yang dapat mengikuti seleksi selanjutnya ke Tangerang.
                Suara tepuk tangan dan sorak sorai berselingan saat Ali satu-satunya yang terpilih mengikuti tahap seleksi kedua. Walaupun beberapa anak SSB yang menggunjing Ali dan menganggap kalau Ali hanyalah anak orang yang tidak mampu dan tidak berhak untuk masuk Timnas.
“ Saya sangat bangga padamu Li, akhirnya anak SSB Bintang Bogor ada yang bisa masuk Tim Nasional. Saya tidak salah membantu kamu Li”
“ Ini semua tidak terlepas dari usaha coach. Ali gak bakalan lupa. Doakan Ali agar bisa lolos seleksi tahap kedua dan bisa mengharumkan nama bangsa ini”
“ Tentu Nak. Kamu tidak lupa dengan mimpi ayahmu kan?”, tanya coach dengan nada bergurau
“kita akan berteriak bersama.  Satu, dua, tiga” ajak Ali
“ LAPANGAN IMPIAN “, dan ternyata tak hanya Ali dan coach Rahardi, tapi semua anak SSB ikut berteriak tak ketinggalan Sidiq, Rio, dan Fahri yang sedari tadi mendengarkan pembicaraan coach Rahardi dan Ali di tepi bukit. Sore yang sangat indah, seindah suasana hati Ali karena mimpinya yang semakin dekat di depan mata.

                Ali tidak sabar untuk memberitahukan kabar gembira itu pada ayahnya, saat itu juga ia tidak langsung pulang ke rumah tapi menyusul ayahnya ke kebun teh.
“ loh ngapain kamu disini Li “, tanya bapak yang kaget saat Ali lari tergopoh-gopoh ke arahnya
“ Bapak,,,(dengan napas tersengal sengal) Ali..Ali lolos seleksi TIMNAS tahap satu”
Seketika keranjang yang ada di di bahu pak Agus terjatuh. Air matanya pun jatuh saat ia menepuk-nepuk bahu Ali.
******
                Hari ini Ali bersiap-siap berangkat ke Tangerang dengan diantarkan oleh coach Rahardi. Pagi ini ia menyiapkan segala kebutuhan yang diperlukan. Namun, hatinya sangat bersedih dan gundah saat melihat sepatu lusuh yang tergantung di pintu kamarnya. Memang ayahnya pernah menjanjikan akan dibelikan sepatu baru namun melihat keadaan ekonomi keluarganya ia tak berani untuk menagih.
                Dari pagi sampai adzan zuhur berkumandang pak Agus tak juga tampak. Sehingga bu Muslimah ibunya Ali bingung mencari-cari dan sangat khawatir. Ali juga merasa bingung harus mencari kemana padahal jam dua siang nanti dia akan berangkat ke Tangerang. Tapi tak berapa lama ayah Ali datang dengan kotak ditangannya. Pak Agus pun menyuruh Ali untuk membukanya. Dengan perasaan heran perlahan-lahan Ali membuka kotak tersebut. Dengan tatapan kosong Ali menatap isi kotak itu dan membayangkan betapa ayahnya harus pergi pagi pulang malam untuk mendapatkannya.
                “ wah Ali sepatu baru ya “, puji coach Rahardi yang baru saja tiba di rumah Ali
                “ alhamdulilah pak, saya ada sedikit rezeki lebih”, jawab pak Agus
                  lebih apanya toh “, jawab bu Muslimah dengan nada kesal
“ loh buk jangan salah, sebentar lagi Ali bakalan ngasilin duit banyak kalo masuk Tim Nasional”, jawab coach Rahardi
“ Ali kamu yakin nak nau berangkat, gimana sekolahmu?”, tanya ibu Ali
“ Kan nanti Ali bisa homeschooling bu”, jawab Ali
Bu Muslimah mencoba mengerti keinginan anaknya kali ini, karena ia tahu Ali sudah ditengah jalan. Dan entah mengapa Ali merasa berat hati untuk pergi apalagi saat melihat ayahnya yang mulai tua dimakan usia dan ibunya yang berkali-kali mengusap matanya serta Anya yang terus memegang tangan Ali. Walau ia tahu bahwa kepergiannya adalah untuk kembali, kembali membahagiakan orangtua dan adiknya.
                Dengan keyakinan yang kuat dan tekad yang bulat Ali melangkahkan kaki meninggalkan desa tercintanya yang ada di tengah-tengah indahnya alam bogor. Setapak-demi setapak Ali melangkahkan kakinya dan melihat sepatu biru pembelian ayahnya sepatu baru pertamanya, Ali berdoa dalam hati “ bismillah ya Allah ridhoi lah hamba untuk menebus mimpi hamba dan ayah hamba bermain di lapangan impian”.
******
                Hari ini adalah training center pertama di sebuah lapangan yang sederhana di Tangerang  atau yang biasa disebut dengan TC. Ali adalah peserta seleksi yang paling dahulu berada di lapangan padahal latihan akan dimulai satu jam lagi yaitu pada pukul 09.00. Coach Murdi yang tak sengaja lewat tertarik melihat anak yang sudah bersiap-siap untuk latihan.
“ kelihatannya kamu terlalu semangat”, ucap coach Murdi tiba-tiba dan membuat Ali yang sedang melamunkan keluarganya”
“ eh coach bisa aja, saya cuma gak sabar gimana rasanya dilatih coach Murdi Utomo yang notabene adalah mantan striker hebat Semen Padang”
“ wah sepertinya kamu dan coach Rahardi sering ngerumpiin saya Li(sambil tertawa), namamu Ali kan?”
Ali hanya mengangguk sambil tersenyum sopan. Kerinduan pada ayahnya semakin terasa karena coach Murdi yang mirip dengan ayahnya.
“ bercanda kok. Coachmu itu memang teman saya waktu masih di Timnas Senior tapi kami beda klub, kalo tidak salah dia di PSIS Semarang. Saya ajak ke Padang gak mau, lebih milih tanah kelahiran katanya, wong jowo haha”
 Tak terasa 15 menit lagi adalah jam latihan
Peserta seleksi  yang    berjumlah 35 orang sudah berkumpul di lapangan. Coach Murdi pun mengajak Ali untuk menuju lapangan karena sebelum latihan coach Murdi akan memberikan pengarahan terlebih dahulu.
“ Assalamualaikum wr.wb calon pemain sepakbola yang hebat, hari ini hari Senin hari pertama kita TC di Tangerang. Saya harap kalian semua bisa mengikuti dengan baik. Nantinya dalam TC ini akan ada laga-laga uji coba, dilaga uji coba inilah saya akan mengambil 23 pemain terbaik. Jadi, do the best as you can”. Belum lagi Coach Murdi melanjutkan kata-katanya Pepep yang berasal dari Bengkulu mengacungkan tangannya.
“ Ya ada apa Pepep, dari Bengkulu ya. Saya dari Padang, dekat kan?”, jawab coach Murdi dengan nada bercanda
“ benar coach. Kapan-kapan kita bisa ke Sumatra bareng-bareng (yang membuat seluruh peserta tertawa termasuk Ali”
“Kau ini ada-ada saja Pepep belum latihan sudah ajak coach pulang hahaha”, ejek Pace yang berasal dari Papua
“Eh apalah kau ko Pace. Badan sudah hitam ngejek pulo hahaha”
“Eee sudah-sudah Pepep kau mau tanya apa”, potong Coach Murdi dengan logat Padangnya yang khas
“Bagaimana sayo malu nak nanyo. Apa ujicobanya di Gelora Bung Karno coach?. Saya nak pamer foto disitu dengan orang kampong saya”, seketika membuat Ali kaget karena ada juga yang begitu ingin bermain GBK.
“ ya tentu tapi kalo kali sudah jadi skuad Tim Nasional U16 karena pertandingan pra piala AFF U16 akan diadakan di GBK, kalo sekedar ujicoba itu  jawab coach Murdi yang membuat Pepep dan juga Ali kecewa”.
******
“ Yak  inilah hasil akhir friendly match antara Tim Nasional usia 16 melawan Persija Usia 19 1:2, yang mana 1 gol dihasilkan oleh Ahmad Hayu sang kapten Timnas U16 dan gol ke gawang Timnas oleh Aji Saka dan Muhnir PERSIJA U19”.
                Seusai pertandingan Ali mendapat telpon dari Ayahnya. Pak Agus tetap memberikan semangat pada Ali karena pak Agus tahu persaan kecewa Ali karena sebagai striker beberapa kali ia gagal memasukkan bola ke gawamg PERSIJA.
                Dan karena semangat dan dorongan itulah Ali menjadi top scor dalam laga ujicoba selanjutnya melawan klub-klub Indonesia. Dan akhirnya Ali termasuk 23 pemain terbaik yang menjadi skuad Tim Nasional.
******
                Akhirnya mimpi Ali terwujud, malam ini Ali dengan khidmat menyanyikan lagu Indonesia Raya di Stadion Gelora Bung Karno dalam pertandingan kualifikasi piala AFF U16. Namun, Ali kehilangan konsentrasinya karena tak melihat di kursi penonton keluarganya. Ia hanya melihat coach Rahardi yang terus mengepalkan tangannya memberikan semangat. Walau dengan konsentrasi yang kurang Ali tetap bisa memasukkan bola ke gawang Malaysia. Dengan satu gol itulah yang mampu membuat Ali bermain dengan mimpi yang besar. Kini tercapailah sudah semuanya. Pertandingan berakhir dengan skor Indonesia 3-1 Malaysia. Dimana 2 gol Indonesia dihasilkan oleh Ali dan 1 dari Hayu .
                Setelah bermain coach Murdi memberikan selamat kepada anak-anak. Perasaan gelisah terus menyelimuti hati Ali. Sampai-sampai ia tak tahu kalau coach Murdi sudah pergi. Dan ia kaget saat coach Aldi asisten pelatih memanggilnya dan menyuruh Ali segera menghadap coach Murdi.
                “Selamat Ali atas gol-gol indahmu”
                “Terima kasih coach, tapi rasanya kurang tanpa kehadiran bapak, ibu, dan adik saya”
                “Nanti Aldi bakalan ngantar kamu pulang”
“loh kok pulang coach?, bukannya dua hari lagi kita akan bertanding dengan Timor Leste?”, tanya Ali dengan penuh keheranan
“Sudah sana siap-siap”
Tepat pukul 00:00 Ali sampai di rumahnya.
Terjawablah sudah semua tanda tanya dikepalanya kenapa keluarganya tak datang pada saat momen penting dalam hidupnya dan coach Murdi Utomo yang tiba-tiba menyuruhnya pulang. Ali tak kuasa menahan air matanya saat melihat tubuh kekar yang bagai malaikat dalam hidupnya terbujur kaku di ruang tamu terbungkus kain kafan. Bahkan ia tak merasakan lagi bahwa ia sedang berpijak di bumi.

 
                Usai pemakaman ibu Ali berbisik pada coach Aldi. Tak lama setelah itu mereka menjauh dari makam ayah Ali. Entah apa yang mereka bicarakan, mereka nampak serius sekali.
Ali terus saja menyalahkan diri sendiri di depan makam ayahnya. Sekelebat kenangan masa kecilnya terlintas. Saat-saat dimana ayahnya mengajarinya bermain bola di depan rumahnya. Dan yang paling membekas dihati adalah saat ayahnya memberikannya sepatu baru. Sampai ia tak menyadari hari itu sudah siang dan semua yang hadir di pemakaman sudah banyak yang pulang, kecuali sanak saudaranya. Anya terus menangis di samping Ali. Mereka baru mau pulang saat ibu Ali memaksanya untuk pulang.
“ Li saya harus kembali ke Tangerang sekarang”, ucap coach Aldi sambil menepuk pundak Ali
Ali hanya diam saja, pikirannya masih tak karuan. Hingga ia tersadar seharusnya ia juga harus pulang ke Tangerang bersama coach Aldi. Ali pun berlari keluar mengejar coach Aldi yang sedang berpamitan dengan ibunya.
“ Coach bagaimana dengan saya?”, tanya Ali dengan nafas tersengal-sengal.
Namun, coach Aldi diam saja, ia malah menatap ibu Ali.
“ Kamu bisa kembali berlatih kapan saja kamu mau, tapi untuk saat ini saya cuma pesan tiket kereta satu”
Ali hanya mengangguk tanda paham. Tapi hatinya bertanya-tanya, apa yang membuat coach Aldi tak membawanya serta. Tak mau ambil pusing Ali segera menuju kamar adiknya karena ia masih saja menangisi kepergian ayahnya.
                Malam ini malam jum’at, malam di mana Timnas Indonesia U16 akan kembali bertanding melawan Timor Leste. Di TV Ali melihat coach Murdi di wawancarai.
“ Ya inilah dia head coach dari Tim Nasional Indonesia usia 16 coach Murdi Utomo. Coach sejauh mana kesiapan anak didik anda saat ini?”
“ Kami sudah berlatih untuk pertandingan kali ini, baik latihan fisik maupun mental. Bisa dikatakan mereka sudah siap untuk pertandingan kali ini, meski kami harus bermain tanpa striker utama kami”.
Wajah Ali seperti terkena tamparan keras saat mendengar jawaban dari coachnya, hingga ia tak memperhatikan jawaban-jawaban berikutnya. Sementara dikamar ibu Ali hanya bisa menangis menyesal mengapa ia melarang coach Aldi membawa kembali Ali. Bahkan ia tak menghiraukan permohonan coach Murdi yang berusaha agar coach Aldi bisa membawa Ali kembali saat di telepon. Ali pun mengganti channelnya, kali ini adalah acara talkshow keluarga Timnas U16. Mereka nampak begitu bangga dengan anak-anaknya terlihat lewat pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh host. Tiba-tiba saja ibu Ali menghambur keluar kamar dan memeluk Ali.
“ Maafkan ibu nak, besok kita akan ke Tangerang”
“ Tapi bu, aku gak kembali juga gak papa. Sekarang aku harus kerja gantiin bapak”
“Udah pokoknya kamu harus kembali”
********
                Hari ini Ali bersama keluarga kecilnya berangkat ke Tangerang.  Rasa sedih mereka sedikit berkurang. Karena hari ini mereka akan mengantarkan Ali kembali memakai baju Timnas. 
                Sesampainya di lokasi latihan Ali langsung menuju ke lapangan. Semua yang latihan langsung berhenti melihat kedatangan Ali. Pepep yang notabene adalah teman dekat Ali langsung berlari memeluk Ali.
“ Loe yang sabar ya Li”
“ Eh sejak si Pepep pake loe gue”, seru Ali sambil tertawa
Tak ketinggalan yang lain juga ikut mengucapkan belasugkawa pada Ali. Sementara ibunya menghampiri coach Murdi yang ada di pinggir lapangan.
“ Saya minta maaf telah melarang Ali untuk kembali kemaren, saya sangat keterlaluan”
“ Tak apa-apa bu, lagian tanpa Ali kami masih bisa mengalahkan tim lawan”
“ Tapi saya tidak ingin menghancurkan mimpi anak saya”
“ Lalu?”, tanya coach Murdi
“ Apa boleh Ali kembali lagi?”
“ Tidak bisa bu, ini Tim Nasional jadi tidak bisa mengeluar masukka anak semaunya”
“ Begitu”,dengan wajah kecewa ibu Ali memegang tangan Anya
“Maksud saya, saya tidak bisa menolak anak berbakat seperti Ali”
Ibu Ali langsung sujud syukur dan memeluk Anya. Coach Murdi pun tersenyum pada Ali yang tak sengaja berpapasan mata.
*********
                Sejak hari itu Ali kembali menjadi skuad Tim Nasional. Ia bermain dengan apik di kualifikasi piala AFF. Hingga akhirnya ia dan timnya lolos kualifikasi. Dan tentunya bermain di lapangan impian sudah menjadi hal biasa. Namun tetap tak biasa bagi Ali. Ketika ia bertanding dan mendongakkan matanya ke atas ia seakan melihat ayahnya tersenyum. Semangatnya pun semakin menggebu-gebu. Teman-temannya pun terinspirasi dari Ali. Bagaimana seorang pemain sepakbola yang baru saja kehilangan ayahnya memiliki semangat yang luar biasa. Dengan semangat itulah mereka berkeliling lapangan Vietnam sambil mengibarkan bendera merah putih dan mengangkat piala AFF. Mereka berhasil memenangkan piala AFF tahun ini.
               






               






               

Tidak ada komentar:

Posting Komentar