Ngeblog
lagi nih...
Kali ini aku nulis cerpen yang
inspiratif buat aku sendiri khususnya. Karena emang lagi butuh inspirasi banget
nih. Eitss bagi yang mau baca cerpenku ini ada syaratnya. Gampang kok ,gak
bakalan disuruh bawain Ravi Murdianto buat aku hehe. Tau banget ngefans sama
kak Ravi. Syaratnya sebelum baca harus bayangin kalau kamu dalam posisinya si
pemeran utama. Dan berjanjilah dalam hati untuk pantang menyerah untuk menebus
impianmu.
Oh ya cerpen ini aku persembahkan
buat para sang pemimpi dan temen-temen yang lagi berjuang untuk jadi football
player dan buat temen-temen di kelasku yang suka bola buat Mama, Cimin and Ida
makasih buat ide-idenya teman.
Selamat membaca J
Lapangan Impian THE
SERIES
SERIES 1
Langit
Bogor sore ini tak secerah langit kemarin. Sama seperti suasana hati Ali sore
ini. Bagaimana tidak ia terancam dikeluarkan dari SSB karena sudah tiga bulan
ia tidak membayar uang bulanan. Ayahnya hanyalah seorang kuli serabutan yang sehari-hari paling banyak mendapatkan 50.000,00. Ayahnya seorang
mantan pemain PERSITER kota Ternate. Ayahnya lah yang dari awal mendukung Ali
untuk menjadi pemain sepakbola, karena impian masa mudanya yang gagal menjadi
pemain Tim Nasional dan bermain di lapangan Gelora Bung Karno. Betapa Ali
selama ini berjuang bermain sepakbola mati-matian untuk menebus impian ayahnya,
namun baru diawal ia harus terhalang oleh dana. Tanpa terasa setetes air mata
mengalir di pipi Ali. Beberapa kali ia mencium baju bola bernomor punggung
tujuh tertera dibelakangnya Agus Albaar, nama ayahnya. Ayahnya berharap kelak
Ali dapat bermain di stadion Gelora Bung Karno dan memakai nomor punggung tujuh
dan tertulis nama Ali Albaar anak seorang mantan pemain PERSITER Ternate yang
cidera dalam pertandingan pertama Indonesia Super League atau ISL sehingga
gagal menjadi pemain Tim Nasional.
Dengan
wajah yang kusam Ali pulang kerumahnya. Sekelebat terpancar senyum getir
diwajahnya. Ia tersenyum melihat keindahan desanya yang hijau dan sejuk. Namun
hidup di desa yang sesubur itu sangatlah keras. Ia harus bekerja serabutan
seperti ayahnya demi menutupi kekurangan uang yang diberikan oleh ayahnya untuk
membayar bulanan SSB.
*******
Di ruang makan
“ Li, kok nasinya dari tadi Cuma
diaduk-aduk. Di makan toh”, celetuk ibu menyedarkan Ali dari lamunannya. “ Ada
apa Li, kalo ada masalah mbokyo cerita le sama bapak sama ibu siapa tau kami
bisa bantu kamu “. “ Gak ada apa-apa kok”. Tanpa berkata apa-apa lagi Ali pergi
ke kamarnya.
“ Kak Ali ini Anya, buka pintunya
kak”
“ minta bantuin ibu aja An PR nya
kakak lagi gak enak badan”
“ Anya gak minta dibantuin PR nya
kok, Anya cuma mau ngasih kakak sesuatu, buka dong pintunya”
Tak lama kemudian pintu terbuka. Anya langsung menghambur ke
kasur Ali.
“ Mana
sesuatunya”, tagih Ali pada adiknya
“ Tara!!!
ini kak”
“
Gambarnya bagus”
“ Itu
buat kakak, itu gambar kakak lagi pegang bola. Anya pingin kakak jadi pemain
sepakbola terkenal biar kakak punya duit banyak biar ibu sama bapak gak kerja
terus buat kita, biar Anya gak dihina temen-temen di sekolah”
Ali tak kuasa menahan haru tentang ungkapan kepolosan
adiknya. Ia langsung memeluk Anya dan mengusap rambutnya dengan penuh kasih
sayang.
“ Kak
Ali pasti jadi pemain sepakbola yang hebat, nanti kak Ali bisa bawa Anya, ibu,
ayah nonton kakak di Jakarta di stadion Gelora Bung Karno”.
“
Beneran yak kak, Anya pengen banget liat kakak main bola”
“ Emang kapan kak Ali pernah bohong?, yaudah
sekarag Anya belajar sana, udah kelas enam gak boleh main-main lagi ya”
********
Di teras
“ Bu Ali berangkat sekolah ya”
“ Sekolah yang bener kamu udah kelas tiga biar nilainya
bagus nanti bisa masuk SMA yang bagus besar nanti jadi sarjana pertanian”
“ Insyaallah bu, bapak dimana ya bu?”, tanya Ali sambil
menoleh kanan kiri karena di pagi hari biasanya ayahnya sedang menyiram sayuran
yang ada di pekarangan rumah.
“ Bapakmu udah berangkat nguli di kebun teh, ibu tadi sempet
ngelarang soalnya bapakmu belom sarapan. Tapi katanya nanti bayaranya kurang
jadi mau gimana lagi”
“ Gitu ya bu, yaudah ali berangkat ya?”
“ Tunggu nak. Apa kamu yakin mau jadi pemain sepakbola.Bapakmu
dulu hampir putus kakinya gara-gara main bola. Ibu gak mau itu terulang sama
kamu. Ibu mau masa depan kamu cerah gak seperti bapakmu. Kamu gak kasian bapakmu pontang panting
banting tulang buat bayarin uang bulanan kamu di SSB Bintang Bola itu. Bapakmu
kerja pagi karena tau kamu tadi malam murung karena uang SSB udah nunggak tiga
bulan kan?”. Tanpa menghiraukan ibunya Ali mengambil sepedanya yang usang dan
melesat ke jalanan desa.
Mendengar permintaan ibunya untuk
berhenti bermain bola batin Ali semakin tertekan. Keinginanya untuk menjadi
pemain Tim Nasional membuat dia tak gentar apapun tantangan yang menghalangi
mimpinya. Dari mulai hinaan teman-teman satu SSB karena Ali tak mampu membeli
sepatu mahal yang bagus dan hanya mampu mengenakan sepatu usang yang dibelikan
ayahnya di loakan sampai harus berjalan kaki sendirian menyusuri sawah ladang
menuju tempat latihan yang sangat jauh dari rumahnya saat sepedanya rusak karena
tak mampu memperbaiki dan tidak ada uang untuk ke bengkel. Namun kali ini Ali
benar-benar merasa muak dengan keadaan dan ingin berhenti sampai disini. Ia tak
ingin mempertaruhkan ayahnya untuk menebus impian mereka bermain di Gelora Bung
Karno mimpi yang sederhana namun membutuhakan perjuangan yang wah.
Dengan
berat hati sepulang dari sekolah Ali langsung makan dan beranjak untuk
mengambil sepedanya untuk bertemu coach Rahardi pelatih SSB Bintang Bogor.
Namun belum sempat ia berangkat ibu memanggilnya.
“ Mau latihan
kok gak bawa baju kebesarannya, apa kamu mau bilang ke coach untuk mengundurkan
diri”, celetuk ibu dengan nada sinis
“aku mau
berhenti”
“ Memang seharusnya kamu berhenti
Ali. Kamu sudah cukup menyusahkan ayahmu”
“ Sudah lah bu yang penting aku
sudah memutuskan untuk berhenti”
Beberapa
menit kemudian Ali sudah berada di pinggir lapangan. Entah kekuatan apa yang
membuat Ali secepat itu sampai di tempat latihan. Semua mata tertuju ke
arahnya. Beberapa anak yang sedang loncat-loncat ringan menghampirinya. Dia
adalah Rio, Sidiq dan Fahri.
“ Eh kok gak pake baju latihan
Li”, ucap Fahri
“ Di marah coach nanti kalau
ketahuan”, Rio menimpali
“ Ali sampai disini, makasih
kalian bertiga udah mau berteman sama Ali. Cuma kalian yang peduli sama Ali.
Ali titip mimpi ya sama kalian. Kalian harus jadi pemain sepakbola yang hebat.
Kalian mampu”, ucap Ali sembari menepuk pundak ketiga sahabatnya.
“ Kamu gak boleh berhenti Li,
kamu lebih berbakat dari kami bahkan se SSB ini kamu lah yang harus sukses
karena kamulah yang paling berjuang dan memiliki mimpi mulia”, ucap Sidiq
berlinangan air mata
“ Kalau masalah biaya kami bisa
bantu, kami bisa pinjamin duit ke orangtua kami Li”, Rio kembali meyakinkan Ali
Ali hanya menggelengkan kepalanya
“ Kalian sudah sering melakukan
itu, bahkan uang yang kalian pinjamkan belum lunas”
“ Kalau begitu saya yang akan
bertindak”, Coach Rahardi tiba-tiba datang dari belakang bergabung dengan Ali
dan sahabatnya.
“ Kamu tidak perlu berhenti Ali,
saya,,,saya akan membantu kamu menuju lapangan impian kamu. Saya sangat
simpatik mendengar ceritamu dari Fahri. Saya tahu kamu ingin sekali bermain di
GBK Ali. Saya akan membantu, saya janji”.
“ Tapi,,,,,”, belum sempat Ali
melanjutkan kata-katanya coach Rahadi sudah memotongnya
“ Sudah kamu hanya perlu
meyakinkan mimpimu insyaallah Tuhan akan memanjangkan tangannya melalui saya”
“ Terima Kasih coach”, ucap Ali
seraya mencium tangan coach Rahadi
“ Sekarang kamu pulang ambil
bajumu”
Di ruang makan
“ Tumben makannya banyak kak Ali”,
seketika suasanan menjadi riuh sekali Anya, ayah dan ibu semua memandang ke
arah Ali yang spontan menghentikan menyendok nasinya
“ Kak Ali lagi senang Dek”, jawab
Ali
“ Seneng kenapa Li, gak cerita
sama bapak sama ibu. Kalo seneng ndak boleh di simpan sendiri toh “
“ Bapak udah bisa nebak ini “
“ Ali bebas bulanan SSB pak, bu “
“ Ah itu kabar biasa “, ibu
menimpali
“ Kok bisa, berarti bapak bisa
istirahat kerja sebentar kalo gitu”
“ Coach Rahardi yang bakalan
nanggung semuanya pak, katanya Ali hanya perlu serius latihan. Oh ya yah,
sepatu Ali sudah rusak “
“ Heh sudah kita gak jadi makan
nanti Li, sepatu bola itu mahal. Bisa makan saja kita wes untung “
“ Yo gak apa-apa bu. Ali gak usah
dipikirin sepatunya, nanti biar bapak pikirkan “
Merekapun melanjutkan makan
malam. Makan malam yang begitu nikmat bagi Ali dan ayahnya.
*******
Hari
ini seperti biasa Ali latihan sore di lapangan SSB Bintang Bogor. Seluruh anak
begitu bersemangat berlatih karena sebelum berlatih tadi coach Rahardi akan
mengumumkan bahwa sebentar lagi akan ada seleksi untuk TIMNAS Usia 16. Namun
saat sedang serius berlatih tiba-tiba ada yang meneriakkan nama Ali. Ali yang
kaget langsung menoleh dan berlari menuju ke sumber suara. Ternyata itu adalah Pak
Salim teman kerja Pak Agus ayah Ali.
“ Ada
apa pak “, seru Ali dengan rasa khawatir
“
Bapakmu tadi pingsan, tapi sekarang sudah di bawa ke PUSKESMAS desa Li dan,,,,”
Belum sempat Pak Salim melanjutkan kata-katanya Ali sudah
berlari menyambar sepedanya tanpa berpamitan dengan coach Rahardi. Dengan
kekuatan penuh Ali mengayuh sepedanya, batinnya terus bertanya-tanya dalam hati
“ cobaan apa lagi ini Tuhan?”
“ Bapak
gak papa Li, bapak tadi Cuma lupa buat sarapan”
“
Bapakmu emang gitu, kalo diengetin sarapan nyepelekan ibu. Sekarang gejala mag
kan”
“ Nanti
yo sembuh sendiri Li. Kamu kok gak latihan?”
“ Ali
takut “
“ Kamu gak usah takut, bapakmu
kuat. Bapak ndak akan meninggal sebelum melihat kamu jadi pemain sepakbola yang
hebat”
Ali tak henti-hentinya memegang tangan ayahnya yang mulai keriput.
Tangan yang dahulu kekar, yang menjewer telinganya saat lupa untuk solat karena
asyik main bola dilapangan desa. Namun, kini tak hanya tangan ayah yang mulai
keriput, wajah yang dahulunya segar kini telah berubah menjadi berkerut. Tekad
Ali menjadi semakin bulat untuk menjadi pemain sepakbola agar ayahnya dapat
beristirahat di rumah dan meninggalkan pekerjaan serabutannya yang
penghasilannya tak seberapa.
********
Tak
terasa tes seleksi Tim Nasional sudah
berlalu dan hari ini Coach Murdi Utomo head coach pencarian TIMNAS U16
sekaligus sebagai pelatih utama nantinya kembali datang ke SSB Bintang Bogor
untuk mengumumkan siapa yang dapat mengikuti seleksi selanjutnya ke Tangerang.
Suara
tepuk tangan dan sorak sorai berselingan saat Ali satu-satunya yang terpilih
mengikuti tahap seleksi kedua. Walaupun beberapa anak SSB yang menggunjing Ali
dan menganggap kalau Ali hanyalah anak orang yang tidak mampu dan tidak berhak
untuk masuk Timnas.
“ Saya sangat bangga padamu Li,
akhirnya anak SSB Bintang Bogor ada yang bisa masuk Tim Nasional. Saya tidak
salah membantu kamu Li”
“ Ini semua tidak terlepas dari
usaha coach. Ali gak bakalan lupa. Doakan Ali agar bisa lolos seleksi tahap
kedua dan bisa mengharumkan nama bangsa ini”
“ Tentu Nak. Kamu tidak lupa
dengan mimpi ayahmu kan?”, tanya coach dengan nada bergurau
“kita akan berteriak bersama. Satu, dua, tiga” ajak Ali
“ LAPANGAN IMPIAN “, dan ternyata
tak hanya Ali dan coach Rahardi, tapi semua anak SSB ikut berteriak tak
ketinggalan Sidiq, Rio, dan Fahri yang sedari tadi mendengarkan pembicaraan
coach Rahardi dan Ali di tepi bukit. Sore yang sangat indah, seindah suasana
hati Ali karena mimpinya yang semakin dekat di depan mata.
Ali tidak
sabar untuk memberitahukan kabar gembira itu pada ayahnya, saat itu juga ia
tidak langsung pulang ke rumah tapi menyusul ayahnya ke kebun teh.
“ loh ngapain kamu disini Li “, tanya bapak yang kaget saat
Ali lari tergopoh-gopoh ke arahnya
“ Bapak,,,(dengan napas tersengal sengal) Ali..Ali lolos
seleksi TIMNAS tahap satu”
Seketika keranjang yang ada di di bahu pak Agus terjatuh.
Air matanya pun jatuh saat ia menepuk-nepuk bahu Ali.
******
Hari
ini Ali bersiap-siap berangkat ke Tangerang dengan diantarkan oleh coach
Rahardi. Pagi ini ia menyiapkan segala kebutuhan yang diperlukan. Namun,
hatinya sangat bersedih dan gundah saat melihat sepatu lusuh yang tergantung di
pintu kamarnya. Memang ayahnya pernah menjanjikan akan dibelikan sepatu baru
namun melihat keadaan ekonomi keluarganya ia tak berani untuk menagih.
Dari
pagi sampai adzan zuhur berkumandang pak Agus tak juga tampak. Sehingga bu
Muslimah ibunya Ali bingung mencari-cari dan sangat khawatir. Ali juga merasa
bingung harus mencari kemana padahal jam dua siang nanti dia akan berangkat ke
Tangerang. Tapi tak berapa lama ayah Ali datang dengan kotak ditangannya. Pak
Agus pun menyuruh Ali untuk membukanya. Dengan perasaan heran perlahan-lahan
Ali membuka kotak tersebut. Dengan tatapan kosong Ali menatap isi kotak itu dan
membayangkan betapa ayahnya harus pergi pagi pulang malam untuk mendapatkannya.
“ wah
Ali sepatu baru ya “, puji coach Rahardi yang baru saja tiba di rumah Ali
“
alhamdulilah pak, saya ada sedikit rezeki lebih”, jawab pak Agus
“ lebih apanya toh “, jawab bu Muslimah dengan
nada kesal
“ loh buk jangan salah, sebentar
lagi Ali bakalan ngasilin duit banyak kalo masuk Tim Nasional”, jawab coach
Rahardi
“ Ali kamu yakin nak nau
berangkat, gimana sekolahmu?”, tanya ibu Ali
“ Kan nanti Ali bisa homeschooling
bu”, jawab Ali
Bu Muslimah mencoba mengerti keinginan anaknya kali ini,
karena ia tahu Ali sudah ditengah jalan. Dan entah mengapa Ali merasa berat
hati untuk pergi apalagi saat melihat ayahnya yang mulai tua dimakan usia dan
ibunya yang berkali-kali mengusap matanya serta Anya yang terus memegang tangan
Ali. Walau ia tahu bahwa kepergiannya adalah untuk kembali, kembali
membahagiakan orangtua dan adiknya.
Dengan
keyakinan yang kuat dan tekad yang bulat Ali melangkahkan kaki meninggalkan
desa tercintanya yang ada di tengah-tengah indahnya alam bogor. Setapak-demi
setapak Ali melangkahkan kakinya dan melihat sepatu biru pembelian ayahnya
sepatu baru pertamanya, Ali berdoa dalam hati “ bismillah ya Allah ridhoi lah
hamba untuk menebus mimpi hamba dan ayah hamba bermain di lapangan impian”.
******
Hari
ini adalah training center pertama di sebuah lapangan yang sederhana di
Tangerang atau yang biasa disebut dengan
TC. Ali adalah peserta seleksi yang paling dahulu berada di lapangan padahal
latihan akan dimulai satu jam lagi yaitu pada pukul 09.00. Coach Murdi yang tak
sengaja lewat tertarik melihat anak yang sudah bersiap-siap untuk latihan.
“ kelihatannya kamu terlalu
semangat”, ucap coach Murdi tiba-tiba dan membuat Ali yang sedang melamunkan
keluarganya”
“ eh coach bisa aja, saya cuma
gak sabar gimana rasanya dilatih coach Murdi Utomo yang notabene adalah mantan
striker hebat Semen Padang”
“ wah sepertinya kamu dan coach
Rahardi sering ngerumpiin saya Li(sambil tertawa), namamu Ali kan?”
Ali hanya mengangguk sambil
tersenyum sopan. Kerinduan pada ayahnya semakin terasa karena coach Murdi yang
mirip dengan ayahnya.
“ bercanda kok. Coachmu itu
memang teman saya waktu masih di Timnas Senior tapi kami beda klub, kalo tidak
salah dia di PSIS Semarang. Saya ajak ke Padang gak mau, lebih milih tanah
kelahiran katanya, wong jowo haha”
Tak terasa 15 menit lagi adalah jam latihan
Peserta seleksi
yang berjumlah 35 orang sudah berkumpul
di lapangan. Coach Murdi pun mengajak Ali untuk menuju lapangan karena sebelum
latihan coach Murdi akan memberikan pengarahan terlebih dahulu.
“ Assalamualaikum wr.wb calon pemain sepakbola yang hebat,
hari ini hari Senin hari pertama kita TC di Tangerang. Saya harap kalian semua
bisa mengikuti dengan baik. Nantinya dalam TC ini akan ada laga-laga uji coba,
dilaga uji coba inilah saya akan mengambil 23 pemain terbaik. Jadi, do the best
as you can”. Belum lagi Coach Murdi melanjutkan kata-katanya Pepep yang berasal
dari Bengkulu mengacungkan tangannya.
“ Ya ada apa Pepep, dari Bengkulu ya. Saya dari Padang,
dekat kan?”, jawab coach Murdi dengan nada bercanda
“ benar coach. Kapan-kapan kita bisa ke Sumatra
bareng-bareng (yang membuat seluruh peserta tertawa termasuk Ali”
“Kau ini ada-ada saja Pepep belum latihan sudah ajak coach
pulang hahaha”, ejek Pace yang berasal dari Papua
“Eh apalah kau ko Pace. Badan sudah hitam ngejek pulo
hahaha”
“Eee sudah-sudah Pepep kau mau tanya apa”, potong Coach
Murdi dengan logat Padangnya yang khas
“Bagaimana sayo malu nak nanyo. Apa ujicobanya di Gelora
Bung Karno coach?. Saya nak pamer foto disitu dengan orang kampong saya”,
seketika membuat Ali kaget karena ada juga yang begitu ingin bermain GBK.
“ ya tentu tapi kalo kali sudah jadi skuad Tim Nasional U16
karena pertandingan pra piala AFF U16 akan diadakan di GBK, kalo sekedar
ujicoba itu jawab coach Murdi yang
membuat Pepep dan juga Ali kecewa”.
******
“ Yak inilah hasil
akhir friendly match antara Tim Nasional usia 16 melawan Persija Usia 19 1:2,
yang mana 1 gol dihasilkan oleh Ahmad Hayu sang kapten Timnas U16 dan gol ke
gawang Timnas oleh Aji Saka dan Muhnir PERSIJA U19”.
Seusai
pertandingan Ali mendapat telpon dari Ayahnya. Pak Agus tetap memberikan
semangat pada Ali karena pak Agus tahu persaan kecewa Ali karena sebagai
striker beberapa kali ia gagal memasukkan bola ke gawamg PERSIJA.
Dan
karena semangat dan dorongan itulah Ali menjadi top scor dalam laga ujicoba
selanjutnya melawan klub-klub Indonesia. Dan akhirnya Ali termasuk 23 pemain
terbaik yang menjadi skuad Tim Nasional.
******
Akhirnya
mimpi Ali terwujud, malam ini Ali dengan khidmat menyanyikan lagu Indonesia
Raya di Stadion Gelora Bung Karno dalam pertandingan kualifikasi piala AFF U16.
Namun, Ali kehilangan konsentrasinya karena tak melihat di kursi penonton
keluarganya. Ia hanya melihat coach Rahardi yang terus mengepalkan tangannya memberikan
semangat. Walau dengan konsentrasi yang kurang Ali tetap bisa memasukkan bola
ke gawang Malaysia. Dengan satu gol itulah yang mampu membuat Ali bermain
dengan mimpi yang besar. Kini tercapailah sudah semuanya. Pertandingan berakhir
dengan skor Indonesia 3-1 Malaysia. Dimana 2 gol Indonesia dihasilkan oleh Ali
dan 1 dari Hayu .
Setelah
bermain coach Murdi memberikan selamat kepada anak-anak. Perasaan gelisah terus
menyelimuti hati Ali. Sampai-sampai ia tak tahu kalau coach Murdi sudah pergi.
Dan ia kaget saat coach Aldi asisten pelatih memanggilnya dan menyuruh Ali
segera menghadap coach Murdi.
“Selamat
Ali atas gol-gol indahmu”
“Terima
kasih coach, tapi rasanya kurang tanpa kehadiran bapak, ibu, dan adik saya”
“Nanti
Aldi bakalan ngantar kamu pulang”
“loh kok pulang coach?, bukannya
dua hari lagi kita akan bertanding dengan Timor Leste?”, tanya Ali dengan penuh
keheranan
“Sudah sana siap-siap”
Tepat pukul 00:00 Ali sampai di
rumahnya.
Terjawablah sudah semua tanda tanya dikepalanya kenapa
keluarganya tak datang pada saat momen penting dalam hidupnya dan coach Murdi
Utomo yang tiba-tiba menyuruhnya pulang. Ali tak kuasa menahan air matanya saat
melihat tubuh kekar yang bagai malaikat dalam hidupnya terbujur kaku di ruang
tamu terbungkus kain kafan. Bahkan ia tak merasakan lagi bahwa ia sedang
berpijak di bumi.
Usai
pemakaman ibu Ali berbisik pada coach Aldi. Tak lama setelah itu mereka menjauh
dari makam ayah Ali. Entah apa yang mereka bicarakan, mereka nampak serius
sekali.
Ali terus saja menyalahkan diri
sendiri di depan makam ayahnya. Sekelebat kenangan masa kecilnya terlintas.
Saat-saat dimana ayahnya mengajarinya bermain bola di depan rumahnya. Dan yang
paling membekas dihati adalah saat ayahnya memberikannya sepatu baru. Sampai ia
tak menyadari hari itu sudah siang dan semua yang hadir di pemakaman sudah
banyak yang pulang, kecuali sanak saudaranya. Anya terus menangis di samping
Ali. Mereka baru mau pulang saat ibu Ali memaksanya untuk pulang.
“ Li saya harus kembali ke Tangerang sekarang”, ucap coach
Aldi sambil menepuk pundak Ali
Ali hanya diam saja, pikirannya masih tak karuan. Hingga ia
tersadar seharusnya ia juga harus pulang ke Tangerang bersama coach Aldi. Ali
pun berlari keluar mengejar coach Aldi yang sedang berpamitan dengan ibunya.
“ Coach bagaimana dengan saya?”, tanya Ali dengan nafas
tersengal-sengal.
Namun, coach Aldi diam saja, ia malah menatap ibu Ali.
“ Kamu bisa kembali berlatih kapan saja kamu mau, tapi untuk
saat ini saya cuma pesan tiket kereta satu”
Ali hanya mengangguk tanda paham. Tapi hatinya
bertanya-tanya, apa yang membuat coach Aldi tak membawanya serta. Tak mau ambil
pusing Ali segera menuju kamar adiknya karena ia masih saja menangisi kepergian
ayahnya.
Malam
ini malam jum’at, malam di mana Timnas Indonesia U16 akan kembali bertanding
melawan Timor Leste. Di TV Ali melihat coach Murdi di wawancarai.
“ Ya inilah dia head coach dari Tim Nasional Indonesia usia
16 coach Murdi Utomo. Coach sejauh mana kesiapan anak didik anda saat ini?”
“ Kami sudah berlatih untuk pertandingan kali ini, baik
latihan fisik maupun mental. Bisa dikatakan mereka sudah siap untuk
pertandingan kali ini, meski kami harus bermain tanpa striker utama kami”.
Wajah Ali seperti terkena tamparan keras saat mendengar
jawaban dari coachnya, hingga ia tak memperhatikan jawaban-jawaban berikutnya.
Sementara dikamar ibu Ali hanya bisa menangis menyesal mengapa ia melarang
coach Aldi membawa kembali Ali. Bahkan ia tak menghiraukan permohonan coach
Murdi yang berusaha agar coach Aldi bisa membawa Ali kembali saat di telepon.
Ali pun mengganti channelnya, kali ini adalah acara talkshow keluarga Timnas
U16. Mereka nampak begitu bangga dengan anak-anaknya terlihat lewat
pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh host. Tiba-tiba saja ibu Ali
menghambur keluar kamar dan memeluk Ali.
“ Maafkan ibu nak, besok kita akan ke Tangerang”
“ Tapi bu, aku gak kembali juga gak papa. Sekarang aku harus
kerja gantiin bapak”
“Udah pokoknya kamu harus kembali”
********
Hari
ini Ali bersama keluarga kecilnya berangkat ke Tangerang. Rasa sedih mereka sedikit berkurang. Karena
hari ini mereka akan mengantarkan Ali kembali memakai baju Timnas.
Sesampainya
di lokasi latihan Ali langsung menuju ke lapangan. Semua yang latihan langsung
berhenti melihat kedatangan Ali. Pepep yang notabene adalah teman dekat Ali
langsung berlari memeluk Ali.
“ Loe yang sabar ya Li”
“ Eh sejak si Pepep pake loe gue”, seru Ali sambil tertawa
Tak ketinggalan yang lain juga ikut mengucapkan belasugkawa
pada Ali. Sementara ibunya menghampiri coach Murdi yang ada di pinggir
lapangan.
“ Saya minta maaf telah melarang Ali untuk kembali kemaren,
saya sangat keterlaluan”
“ Tak apa-apa bu, lagian tanpa Ali kami masih bisa
mengalahkan tim lawan”
“ Tapi saya tidak ingin menghancurkan mimpi anak saya”
“ Lalu?”, tanya coach Murdi
“ Apa boleh Ali kembali lagi?”
“ Tidak bisa bu, ini Tim Nasional jadi tidak bisa mengeluar
masukka anak semaunya”
“ Begitu”,dengan wajah kecewa ibu Ali memegang tangan Anya
“Maksud saya, saya tidak bisa menolak anak berbakat seperti
Ali”
Ibu Ali langsung sujud syukur dan memeluk Anya. Coach Murdi
pun tersenyum pada Ali yang tak sengaja berpapasan mata.
*********
Sejak
hari itu Ali kembali menjadi skuad Tim Nasional. Ia bermain dengan apik di
kualifikasi piala AFF. Hingga akhirnya ia dan timnya lolos kualifikasi. Dan
tentunya bermain di lapangan impian sudah menjadi hal biasa. Namun tetap tak
biasa bagi Ali. Ketika ia bertanding dan mendongakkan matanya ke atas ia seakan
melihat ayahnya tersenyum. Semangatnya pun semakin menggebu-gebu.
Teman-temannya pun terinspirasi dari Ali. Bagaimana seorang pemain sepakbola
yang baru saja kehilangan ayahnya memiliki semangat yang luar biasa. Dengan
semangat itulah mereka berkeliling lapangan Vietnam sambil mengibarkan bendera
merah putih dan mengangkat piala AFF. Mereka berhasil memenangkan piala AFF
tahun ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar