Minggu, 14 Februari 2016

laporan titrasi asam basa



 LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA


Nama                           : Nur Hidayah
Prodi                           : Agribisnis
Kelompok                   : 4 (empat)
Hari/Jam                      : Jumat / 08:00-09:40 WIB
Tanggal                       : 13 November
Ko-ass                         : 1. Retno Windy
                                      2. Tri Nur Rodiyah
Dosen                          : Drs. Hasan B.Daulay, MS
Objek Praktikum         :  Titrasi Asam dan Basa





LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2015





BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Berbicara masalah reaksi asam-basa atau yang biasa juga disebut reaksi penetralan, maka tidak akan terlepas dari titrasi asam-basa. Perlu dipahami terlebih dahulu bahwa reaksi asam-basa atau reaksi penetralan dapat dilakukan dengan titrasi asam-basa. Adapun titrasi asam-basa ini terdiri dari titrasi asam kuat-basa kuat, titrasi asam kuat-basa lemah, titrasi basa lemah-asam kuat, dan titrasi asam lemah-basa lemah. Titrasi asam-basa ini ditentukan oleh titik ekuivalen (equivalent point) dengan menggunakan indikator asam-basa.
Setelah mengetahui hal tersebut, perlu juga kita ketahui bahwa titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain yang sudah dikethaui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai contoh bila melibatan reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa, titrasi redox untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi yang melibatan pembentukan reaksi kompleks dan lain sebagainya.
            Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai “titrant” dan biasanya diletakan di dalam Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya disebut sebagai “titer” dan biasanya diletakkan di dalam “buret”. Baik titer maupun titrant biasanya berupa larutan. Pada laporan kali ini akan di jelaskan mengenai titrasi asam-basa.
1.2. Tujuan Percobaan
1. Mahasiswa mampu menerapkan teknik titrasi untuk menganalisis contoh yang              mengandung asam.
2.  Mahasiswa mampu menstandarisasi larutan.







BAB II
TINJAUAN PUSATAKA


Asam didefinisikan sebagai senyawa yang mengandung Hidrogen yang bereaksi dengan basa. Basa adalah senyawa yang mengandung  ion OH- atau menghasilkan OH- ketika bereaksi dengan air. Basa bereaksi dengan asam untuk menghasilkan garam dan air.)Teori Bronsted memperluas definisi asam dan basa dengan menjelaskan lebih banyak mengenai suatu larutan kimia. Misalnya, teori Bronsted menjelaskan lebih banyak mengenai suatu larutan amonium klorida bersifat asam dan larutan natrium asetat bersifat basa. Dalam teori Bronsted, asam didefinisikan sebagai suatu zat yang dapat memberikan proton  kepada zat yang lain . Dalam hali ini , proton adalah atom hidrogen yang kehilangan elektronnya. Basa adalah zat yang menerima proton dari zat lain. Reaksi asam dan basa menghasilkan menghasilkan asam dan basa yang lain. (Golberg, 2002)
Menurut Arrhenius asam adalah zat yang bila dilarutkan dalam air terionisasi menghasilkan ion H+ dalam larutannya. Sedangkan basa adalah zat yang bila dilarutkan dalam air terionisasi menghasilkan ion OH-.Menurut lewis, asam adalah suatu spesies yang dapat menerima pasangan elektron bebas (akseptor pasangan elektron) dalam suatu reaksi kimia. Basa adalah suatu spesies yang dapat memberikan pasangan elektron bebas (donor pasangan elektron). (Anonim, 2008)
Dalam analisis kuantitatif, indikator digunakan untuk menentukan titik ekuivalen dari titrasi asam-basa. Karena indikator mempunyai interval pH yang berbeda-beda dan karena titik ekuivalen dari titrasi asam-basa berubah-ubah sesuai dengan kekuatan relatif asam basanya, maka pemilihan indikator merupakan hal terpenting. Titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi asam-basa adalah titrasi yang yang melibatkan asam maupun basa sebagai titer (zat yang telah diketahui konsentrasinya) maupun titrant (zat yang akan ditentukan kadarnya) dan berdasarkan reaksi penetralan asam-basa. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa yang telah diketahui kadarnya, dan sebaliknya, kadar larutan basa dapat diketahui dengan menggunakan larutan asam yang diketahui kadarnya. Titik ekivalen yaitu pH pada saat asam dan basa (titrant dan titer) tepat ekivalen atau secara stoikiometri tepat habis bereaksi. Titik ekuivalen titrasi ini dapat dicapai setelah penambahan 100 ml basa, pada saat ini pH larutan besarnya 7. Titik ekuivalen ini disebut titik akhir teoritis. Problemnya sekarang adalah kita inngin menetapkan titik akhir ini dengan pertolongan indikator. Titik akhir yang dinyatakan oleh indikator disebut titik akhir titrasi. Indikator yang dipakai harus dipilih agar titik akhir titrasi dan teoritis berhimpit atau sangat berdekatan. Untuk itu harus dipilih indikator yang memiliki trayek perubahan warnanya di sekitar titik akhir teoritis. (Sukardjo, 1984)
Titrasi asidimetri dan alkalimetri menyangkut reaksi dengan asam dan basa diantaranya : (1) titrasi yang melibatkan asam kuat dan basa kuat, (2) titrasi yang melibatkan asam lemah dan basa kuat, dan (3) titrasi yang melibatkan asam kuat dan basa leamah. Titrasi asam lemah dan basa lemah dirumitkan oleh terhidrolisisnya kation dan anion dari garam yang terbentuk. Titik ekuivalen, sebagaimana kita ketahui, ialah titik pada saat sajumlah mol ion OH- yang ditambahkan ke larutan sama dengan jumlah mol ion H+ yang semula ada. Jadi untuk menentukan titik ekuivalen dalam suatu titrasi, kita harus mengetahui dengan tepat berapa volume basa yang ditambahkan dari buret ke asam dalam labu. Salah satu cara untuk mencapai tujuan ini adalah dengan menambahkan beberapa tetes indikator asam-basa ke larutan asam saat awal tersebut. Indikator biasanya ialah suatu asam atau basa organik lemah yang menunjukkan warna yang sangat berbeda antara bentuk tidak terionisasi dan bentuk terionisasinya. Kedua bentuk ini berikatan dengan pH larutan yang melarutkan indikator tersebut.Titik akhir titrasi terjadi bila indikator berubah warna. Namun, tidak semua indikator berubah warna pada pH yang sama, jadi pilihan indikator untuk titrasi tertentu bergantung pada sifat asam dan basa yang digunakan dalam titrasi (dengan kata lain apkah mereka kuat atau lemah). Dengan demikian memilih indikator yang tepat untuk titrasi, kita dapat menggunakan titik akhir untuk menentukan titik ekuivalen (chang Raymond. 2004).







BAB III
METODOLOGI

2.1   Alat dan Bahan
1.      Indikator penolphetalein
2.      Erlenmeyer
3.      Buret 50 ML
4.      Statif dan Klem
5.      Gelas ukur 25 ML atau 10 ML
6.      Corong kaca
7.      NaOH 0,1 M
8.      HCI 0,1 M
9.      H2C2O4

3.2.  Cara Kerja
  Standarisasi larutan NaOH 0,1 M

1.      mencuci 3 erlemeyer, pipet 10 mL larutan asam aksalat 0,1M dan masukkan ke dalam setiap erlemeyer dan tambahkan ke dalam masing-masing erlemeyer 3 tetes indikator penolphtalein (PP).
2.      Masukkan larutan NaOH yang ada dalam buret sedikit demi sedikit sampai terbentuk warna merah muda yang tidak hilang apabila gelas erlemeyer digoyang.
3.      mencatat volume NaOH yang terpakai.
4.      Ulangi lagi dengan cara yang sama untuk erlemeyer ke 2 dan 3.
5.      Hitunglah molaritas (M)  NaOH.

  Penentuan  konsentrasi HCI

1.      Cucilah 3 erlemeyer, pipet 10 mL larutan HCI 0,1M dan masukkan ke dalam setiap erlemeyer.
2.      Tambahkan kedalam masing-masing erlemeyer 3 tetes indikator penolphtalein (PP).
3.      masukkan larutan NaOH yang ada dalam buret sedikit demi sedikit sampai terbentuk warna merah muda  yang tidak hilang apabila gelas erlemeyar digoyang.
4.      mencatat NaOH yang terpakai.
5.      Ulangi lagi dengan cara yang sama untuk erlemeyer ke 2dan ke 3.
6.      menghitung molaritas (M) HCI.


























BAB IV
HASIL PENGAMATAN


Standarisasi NaOH dengan larutan asam oksalat
No
Prosedur
Ulangan
Rata-rata
I
II
III
1
Volume larutan asam oksalat 0,1 M
1 mL
1 mL
-
1 mL
2
Volume NaOH terpakai
2,5 mL
1,5 mL
-
2 mL
3
Molaritas (M) NaOH
0,04
0,067
-
0,05 M


Molaritas (M) NaOH


Ulangan I.
V1. M1 = V2.M2
1 . 0,1 = 2,5.M2
M2       = 0,1/2,5 = 0,04                                                                                                                                                                        

Ulangan II.
V1. M1 = V2.M2
1 . 0,1  = 1,5 .M2
M2       = 0,1/1,5 = 0,067

Rata-rata
1 mL + 1 mL/2 = 1 mL
2,5 mL + 1,5 mL/2 = 2 mL
0,04 M + 0,067 M/2 = 0,05 M


                                                                                                                                               

Standarisasi HCI dengan larutan HCI
No
Prosedur
Ulangan
Rata-rata
I
II
III
1
Volume larutan HCI
1 mL
1 mL
-
10 mL
2
Volume NaOH terpakai
1,4 mL
1 mL
-
10,5 mL
3
Molaritas (M) NaOH
Berdasarkan hasil percobaan di atas
 0,05 M
4
Molaritas (M) larutan HCI
0,07 M
0,05 M
-
0,06 M
 


Ulangan I.
V1. M1 = V2.M2
1 . 0,1 = 1,4.M2
M2       = 0,1/1,4 = 0,07 M                                                                                                                                                                            

Ulangan II.
V1. M1 = V2.M2
1 . 0,1 = 1 .M2
M2       = 0,1/1= 0,1 M

Rata-rata
1 mL + 1 mL/2 = 1 mL
1,4 mL + 1 mL/2 = 1,2 mL
0,07 M + 0,05 M/2 = 0,06 M








BAB V
PEMBAHASAN
                
                     Pada praktikum kali ini kami melakukan percobaan tentang standarisasi larutan NaOH 0,1 M dan penentuan konsentrasi senyawa HCl. Standarisasi sendiri memiliki pengertian metode analisis kimia secara kuantitatif yang biasa digunakan dalam laboratorium untuk menentukan konsentrasi dari reaktan. Adapun cara kerja standarisasi larutan yaitu pipet 1 mL larutan asam aksalat 0,1M dan dimasukkan ke dalam setiap erlemeyer dan ditambahkan ke dalam masing-masing erlemeyer 1 tetes indikator penolphtalein (PP). Kemudian memaasukkan larutan NaOH yang ada dalam buret sedikit demi sedikit sampai terbentuk warna merah muda yang tidak hilang apabila gelas erlemeyer digoyang. Selanjutnya mencatat volume NaOH yang terpakai, mengulangi lagi dengan cara yang sama untuk erlemeyer ke 2 dan 3. Terakhir menghitung molaritas (M)  NaOH.
                     Percobaan kedua yaitu penentuan konsentrasi HCl dengan cara pipet 1 mL larutan HCI 0,1M dan dimasukkan ke dalam setiap erlemeyer. Menambahkan kedalam masing-masing erlemeyer 1 tetes indikator penolphtalein (PP). Kemudian memasukkan larutan NaOH yang ada dalam buret sedikit demi sedikit sampai terbentuk warna merah muda  yang tidak hilang apabila gelas erlemeyar digoyang dan mencatat NaOH yang terpakai. Lalu mengulangi lagi dengan cara yang sama untuk erlemeyer ke 2dan ke 3. Yang terakhir menghitung molaritas (M) HCI.
                     Pada percobaan satu dan percobaan dua keduanya berhasil dengan baik karena larutan berubah sesuai dengan apa yang dikehendaki. Seperti larutan HCl yang semula tidak berwarna setelah di standarisasi dan dicampur dengan beberapa NaOH akhirnya berubah menjadi merah muda dan sedikit ke ungu-unguan.
                     Dalam proses titrasi suatu larutan ditambahkan sedikit demi sedikit pada larutan yang volumenya telah diketahui, sampai tercapai titik ekivalen, yaitu jumlah stoikhiometri (perbandingan mol) dari kedua pereaksi. Titik akhir titrasi/reasi diketahui ketika indikator yang digunakan tepat mengalami perubahan warna. Cuci bersih buret yang akan digunakan untuk standarisasi dan bilas dengan 5 mL larutan NaOH. Putar kran buret untuk mengeluarkan cairan yang tersisa dalam buret, selanjutnya isi buret dengan 5 mL NaOH untuk membasahi dinding buret . Kemudian larutan dikeluarkan lagi dari buret. Catat kedudukan volum awal NaOH dalam buret

BAB VI
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
1.      Titrasi merupakan metode analisis kimia secara kuantitatif yang biasa digunakan dalam laboratorium untuk menentukan konsentrasi dari reaktan.
2.      Standarisai larutan adalah proses penentuan spesifikasi suatu produk (ukuran, bentuk, dan karakteristik lainnya)
                         
4.2.  Saran
          Dalam praktikan kali ini harus berhati-hati dan memperhatikan dengan teliti pada saat menghitung banyak larutan yang dimasukkan dalam buret dan pada saat larutan dialirkan, berapa banyak larutan yang dikeluarkan.





















BAB VII
JAWABAN PERTANYAAN

1.      Cara agar titik akhir titrasi mendekati titik ekivalen adalah dengan cara pemilihan indikator yang tepat.
2.      Fungsi Indikator adalah pedoman dalam menggunakan alat ukur,mengembangkan system pembelajaran.
3.      Tidak dapat, karena akan timbul perubahan warna pada larutan tersebut.
4.      Reaksi asam basa,reaksi redoks,reaksi pengendapan,reaksi pembentukan kompleks.
5.      Larutan primer adalah larutan yang telah diketahui konsentrasinya ,dalam proses pembuatannya larutan standar primer ini tidak perlu distandarisasi dengan konsentrsai lainnya untuk memastikan konsentrasi larutan yang sebenarnya.
Larutan sekunder adalah larutan yang dopergunakan untuk menstandarisasi / menentukan konsentrsi larutan lain,tetepi larutan standar tersebut harus distandarisasi terlebih dahulu untuk memastikan konsentrasi sebenarnya.
6.      menentukan bahan yang akan dititrasi,
mencampurkan beberapa tetes larutan.

















DAFTAR PUSTAKA


Anonim, 2008. Kimia dasar I. Makassar ; Universitas Hasanuddin Makassar
Chang Raymond.2004.  Kimia Dasar, Edisi Ketiga.  Jakarta ; Erlangga.
Goldberg, David. 2002. Kimia Untuk Pemula. Jakarta ; Erlangga.
Sukardjo, 1984. Kimia Organik.  Jakarta ; Rineka Cipta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar